Strategi Penghafal Al Quran
Banyak strategi dan metode yang digunakan untuk menghafal Alquran. Tergantung versi sang pembimbing, maupun berdasarkan pengalaman empiris sang pembimbing ketika menghafal Alquran. Salah satu yang akan saya kutip dalam tulisan saya ini, adalah salah satu filosofi saja, sebagai motivasi bagi para pemuda dan siswa calon penghafal Alquran.
Ibarat menhafal Al Quran adalah sebuah perang, maka kita harus habis-habisan, siap berjibaku menghadapinya. Dan memang demikianlah adanaya. Menghafal Al Quran, adalah aktivitas yang sudah mulai menjadi langka saat ini. Namun bukan berarti sesuatu yang langka itu tidak bisa terlaksana. Bukankah kita harus membedakan antara wajar dan normal, antara tidak wajar dan tidak normal, dan antara langka dan tidak ada. Wajar adalah sesuatu yang telah terbiasa membudaya di tengah masyarakat meskipun itu bukanlah sesuatu yang normal. Sebagai contoh, tapi sebelumnya na’udzubillah dulu,”hamil dulu sebelum nikah”. Di masyarakat kita, itu adalah sesuatu yang wajar-wajar saja, biasa saja, lumrah, umum, dan sangat banyak fenomena yang dijumpai seperti itu saat ini. Bahkan “semoga allah memberi petunjuk bagi kaumku dan segenap tetanggaku”, di kampung tempat saya tinggal, hamil dulu nikah belakangan saya temui kasusnya lebih dari 5 kasus di ukuran kampung yang begitu kecil. Akan tetapi, dari segi agama apapun, apalagi agama kita Islam, hamil di luar nikah adalah sesuatu yang tidak normal, meskipun itu sudah sangat wajar terjadi di tengah masyarakat kita.
Demikian juga dengan menghafal Alquran, meskipun ini adalah hal yang langka, apa lagi di kalangan para pelajar, namun bukan berarti yang langka itu tidak ada bukan? Maka yang langka itu, akan sulit mencari referensi yang banyak tentang kaifiyyah dan tata caranya yang jitu, sehingga dalam risalah buku ini penulis ingin sedikit berbagi resep strategi perang menghafal kan alquran.
Belajar dari budaya Cina, dikenal strategi perang Sun Tzu. Strategi ini juga banyak diterapkan mereka dalam dunia bisnis, sebuah fenomena yang pasti kita semua akui bahwa bisnis orang Cina selalu lebih unggul daripada orang pribumi. Bahkan di akncah internasional pun, pengusaha Cina mampu menandingi kehebatan pebisnis Eropa dan Amerika. Hatta tukang jualan kelontong, warung makan, dan sektor non formal lainnya, mereka lah rajanya.
Sun tzu adalah nama seorang panglima Cina yang hidup 500 tahun sebelum masehi. Buku strategi perang Sun Tzu terdiri dari 13 Bab, yang membahas perencanaan, perbekalan, taktikk, strategi memenangkan perang, hingga pemanfaatan mata-mata. Kita ambil yang relevan saja, sesuai dengan bahasan kita.
Pada bab pertama Sun Tzu membahas tentang perencanaan sebelum berperang. Siapa yang mempersiapkan rencana dengan matang, dialah yang akan muncul sebagai pemenang dan mampu mengalahkan lawanya. Menurut dia, ada lima faktor yang harus dipersiapkan sebelum berperang, yang dalam tulisan ini telah kami modifikasi sesuai dengan bahasan kita.
1. Faktor moral
Sebelum berperang, bagi tiap panglima akan mengumumkan kepada khalayak ramai dan rakyatnya, agar medapat dukungan. Maka jika kita melihat film-film kolosal yang ada perang-perangnya, pasukan ayang akan berangkat berperang akan diadakan upacara pelepasan, sedangkan jika telah selesai dan memperoleh kemenangan maka akan diadakan upacara penyambbutan dengan gegap gempita. Hal ini berguna agar moral dan semangat para prajurit tetap terjaga dan ada keinginan untuk memenangkan pertempuran.
Bagi seorang siswa yang ingin menghafal alquran. Selayaknya bagi dia untuk mencari dukungan moral kepada siapapun yang bisa membuatnya menjadi spirit. Terutama orang tua, guru, teman dekat, saudara, dan siapapun yang sealu bisa membawa hawa positif. Sehingga banyak kata yang terbisik dalam telinga sang siswa bahwa “kamu pasti bisaa, kamu harus bisa, sampai selesai”.
Menghafal alquran adalah sebuah azzam yang membutuhkan charge semangat selama prosesnya. Karena menghafal alquran bukan aktivitas sesaat, bukan ibadah sesaat seperti sholat, puasa maupun haji. Sedangkan yang sesaat seperti sholat pun kita masih perlu charge semangat? Apalagi dengan mnghafal Alquran? Tidak semangat dengan sendiri, kita diperintah untuk berjama’ah, tidak semangat berjama’ah kita diperintah untuk mengawali dengan qobliyah dan ba’diyah. Dan seterusnya. Begitu pula dengan ibadah puasa, perlu ceramah-ceramah dan ta’lim untuk menambah semangatnya.
Seorang siswa yang berazzam menghafal Alquran, membutuhkan tausyiah semangat dari orangtuanya, secara kontiniyu dan terus menerus. Bahkan ada seorang istri teman saya yang telah selesai menghafal alquran selalu ditelefon oleh ayah dan ibunya, agar selalu muroja’ah. Meskipun dia telah selesai menghafal, bahkan telah berkeluarga.
Dan juga tidak ketinggalan tausyiah dari guru atau ustadznya, agar selalu memelihara dan menambah hafalannya serta dengan membacakan hadist hadist tentang keutamaan menghafal Alquran.
Juga diperlukan keseriusan mengutarakan azzamnya kepada sebanyak mungkin orang, agar juga terdapat perasaan malu ketika hafalannya tidak terselesaikan dengan sempurna 30 juz. Azzam tersebut juga banyak yang dalam wujud bai’at, dan atau sumpah untuk tidak akan berhenti sebelum hafalannya sempurna 30 juz. Diharapkan dari segala ikhtiar moralitas awal ini, akan dapat memicu semangat para calon penghafal alquran.
2. Faktor langit
Dalam hal ini adalah faktor iklim, suasana dan cuaca. Dikorelasikan dengan bahasan kita, faktor langit adalah keadaan lingkungan yang harus mendukung penghafal Alquran. Untuk itulah dulu saya pernah mengambil keputusan gila untuk bersekolah di sekolah yang notabene tidak sepadan dengan tingkat kecerdasan saya, hanya karena saya ingin menghidari melihat aurat wanita. Ketika itu saya memilih sekolah di Madrasah yang mewajibkan siswinya berjilbab, meskipun jilba mereka juga tidak sepenuhnya syr’i, namun masih lebih baikdaripada di sekolah umum yang tiap detik kita akan melihat paha secara langsung. Dengan persiapann strategi lingkungan atau habit ini, akan dapat menunjang proses kita menghafla Alquran.
Terlebih bagi siswa yang tidak hidup di lingkungan pesantren, maka diperllukan azzam yang super kuat untuk menyelesaikan hafalannya. Agar sholat jama’ahnya tetap terjaga, jam-jam muroja’ahnya juga tetap bisa rutin, maka perlu lingkungan yang mendukung. Banyak fenomena penghafal alquran ketika usianya masih kecil adalah faktor lingkungan mereka yang mendukung untuk menghafal alquran itu.
3. Faktor medan pertempuran
Mungkin inilah salah satu fase pengambilan keputusan bagi seorang calon penghafal yang baru akan memulai. Saat seseorang terbiasa dengan lingkungan yang satu, kemudian, dikarenakan dia memiliki azzam untuk menghafal, maka mau tidak mau ia pun harus mencari “medan pertempuran” terdahsyat agar setiap langkahnya terkondisikan dengan baik.
Cara terbaik adalah mencari markaz menghafal Alquran, Rumah Tahfidz, atau jika memungkinkan pesantren yang khusu menghafal Al Quran. Saat ini mimpi kita untuk menciptakan generasi muslim yang masih muda, dan mau “mengorbankan”, memberikan usia-usia emasnya untuk menghafal Alquran terbentur oleh pola pikir para orang tua. Pola pikir yang menganggap bahwa menghafal Al Quran adala wasting time, membuang waktu produktif. Lebih baik sang anak ikut les bahasa inggris, sehingga nanti mendapatkan nilai baik dalam bahasa inggris. Lebih baik mengikuti les matematik, sehingga ketika ujian nasional tiba, akan mudah menyelesaikan soal-soal yang ada, dan dapat skore nilai baik. Dan masih banyak lagi alasan klasikal duniawi yang menganggap its not important.
4. Faktor kepemimpinan
Negara China dikenal memiliki seni berperang yang tinggi, juga China dikenal memiliki raja-raja dan panglima-panglima yang handal dalam peperangan. Pada faktor inilah diperlukannya seorang murobby, seorang ustadz atau kiyai yang memang seorang hafidz juga, yang selalu memberi motivasi bagi sang calon penghafal Alquran. Seorang penghafal Alquran, memerlukan motivasi yang terus menerus agar apa yang menjadi keinginannya dapat tercapai. Juga dia memerlukan pembimbing yang senantiasa memberikan motivasi berupa dalil-dalil dan hujjah-hujjah tentang janji Allah bagi para penghafal Alquran. Disamping itu, perlu pentashihan bagi para calon penghafal Alquran, dalam hal bacaannya, ketelitian huruf dan makhrojnya, ketelitian harokatnya, dan lain sebagainya. Sehingga mereka harus ada pertemuan intensif, dan rutin dengan sang murobby untuk menyetorkan hafalannya.
Sering saya mendengar pendapat dan celotehan, entah itu berdasar atau tidak, entah itu dengan disertai bukti atau tidak, banyak orang mengatakan bahwa menghafal Alquran itu bisa saja dengan sendiri, tanpa disertai pembimbing. Untuk yang satu ini, saya katakan bahwa segalanya memang bisa mungkin saja terjadi. Tentu saja bisa, namun alangkah lebih baik kita membaca hafalan kita di depan pembimbing yang memang juga hafal Alquran. Hanya penghafal Alquran yang mengetahui bagaimana suka dukanya menghafal Alquran. Hanya penghafal Alquran yang bisa memberi tahu bahwa di ayat ini bacaannya akan sangat sulit, di ayat ini harus begini dan begitu. Dan itulah yang kemudian saya sebut bahwa setiap penghafal Alquran itu Unique, yang masing-masing mengalami pengalaman empiris yang berbeda selama masa menghafal Alquran.
Ketika saya telah mencapai hafalan yang ke sepertiga dari Alquran, saya mengalami cobaan yang berat, dalam hal ini justru adalah terhadap keluarga saya sendiri. Bukan pada saya. Dan pada saat itu saya jadi teringat tentang perkataan Guru saya yang kemudian mmenjadi cambuk bagi saya untuk senantiasa bangkit. Beliau mengatakan bahwa cobaan terbesar bagi para penghafal adalah lain jenis, baik itu laki-laki maupun perempuan. Namun karena waktu itu saya masih kecil, maka cobaan itu bisa datang dalam wujud lain. Seakan memang sebuah keharusan, kata beliau, engkau memulai aktivitas menghafal Alquran, maka sadarlah, bahwa engkau sedang melamar, untuk menjadi hamba yang dekat dengan Allah. Engkau sedang melamar menjadi Wali Allah, keluarga Allah, Ahlulloh di dunia. Maka mutlak adanya jika engkau mendapatkan ujian. Dan beliau menambahkan di akhir wejangan beliau bahwa nanti, ketika hafalanmu genap duapertiga dari alquran atau sekitar 20 juz, akan ada lagi cobaan besar dalam hidupmu, dan setelah waktu itu datang, cobaan itupun terbukti datang, dan cukup berat saya rasakan. Saya tidak perlu menceritakan cobaan apa yang saya alami, namun perkenankan saya untuk ikut meyakinkan para pembaca bahwa suatu ketika, cobaan itu akan datang menyapa sang Calon keluarga Alloh di dunia ini, nah di sinilah perlunya seorang murobby, pembimbing yang menjadi pijakan melangkah, agar tidak goyah ketika badai menerpa.
5. Faktor hukum dan kedisiplinan
Untuk bisa memenangkan peperangan, maka dibutuhkan kedisiplinan para komponen yang terlibat dalam peperangan tersebut. Jika satu saja dari komponen tersebut tidak berdisiplin mengamankan tugas dan wewenangnya, maka bisa jadi akan kalah dalam peperangan.
Hanya mencoba memotivasi generasi muda,
untuk mau memelihara kalamnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar