Kamis, 07 Oktober 2010

Ibnu Mas'ud yang Kita Rindu

Sering Ibnu Mas’ud mendapatkan komentar yang kurang enak ketika Ibnu Mas’ud berhujjah dengan janji allah tentang keutamaan para penghafal alquran. Kenyataannya masyarakat kita masih belum bisa memahami keutamaan menghafal dan para penghafal Al Quran. Mereka masih melihat aktivitas menghafal Al Quran hanya sebuah aktivitas membuang-buang masa muda dan tidak ada gunanya.
Namun beberapa hari yang lalu, Ibnu Mas’ud merasakan hal yang berbeda. Ketika Ibnu Mas’ud yang relatif masih muda dan belum pantas di baiat untuk menjadi orang yang di hormati layaknya orang-orang yang lebih tua dari Ibnu Mas’ud, namun Ibnu Mas’ud mendapatkan penghormatan yang menurut Ibnu Mas’ud berlebih. Hanya karena Ibnu Mas’ud mendapatkan karunia dari Allah bisa memelihara kalamnya dalam hati Ibnu Mas’ud. Sebuah penghormatan mendapat julukan yang Ibnu Mas’ud sendiri merinding mendengarnya, bahkan Ibnu Mas’ud di baiat menjadi imam Qiyamullail Ramadhan dan mentashihi pada acara musabaqoh murattal. Ibnu Mas’ud sendiri berada di lingkungan yang memandang penghafal Quran hanya sebuah hal yang biasa, jadi Ibnu Mas’ud pun tak pernah disanjung maupun di elu-elu kan, dan Ibnu Mas’ud pun nyaman dengan yang demikian itu, tanpa sanjungan dan tanpa status yang disandang.
Tapi biar bagaimanapun, Rasulullah SAW seperti tertulis dalam sahih Bukhori diriwayatkan bahwa pada saat terjadi perang uhud, dan banyak syuhada yang gugur, maka Rasulullah SAW menyatukan jasad mereka kemudian Nabi SAW bertanya :”dari dua orang ini mana yang paling banyak hafal Al Quran?”apabila ada yang dapat menunjukkan kepada salah satunya maka Nabi SAW memasukkan mayat itu lebih dahulu keliang lahad”.
Dari hadist tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa para penghafal Al Quran akan selalu diprioritaskan oleh Rasulullah, bahkan ketika mereka telah meninggal. Namun demikian tidak sepatutnya bagi para penghafal maupun calon penghafal Quran untuk kemudian berbangga atas karunia Allah yang satu ini. Karena bisa dihafalnya Al Quran adalah hanya karena Allah masih sayang kepada si Ibnu Mas’ud, sehingga murni karena rahmat kasih sayang allah saja.
Dalam shalat pun, orang yang hafal Alquran lebih berhak menjadi imam dibanding yang lain, jika terdapat dua orang yang sama dalam hal hafalan, maka bisa dipilih yang paling paham tentang sunnah rasul, jika ternyata ada kesamaan maka dipilih yang paling awal hijrah. Namun pada masa sekarang ini akan jarang ditemui orang yang memiliki kemampuan sama persis baik dalam hafalan alquran maupun pemahaman akan sunnah rasul. Sehingga yang paling banyak hafal lah, yang berhak menjadi imam, itsn’t?
Menghafal Aquran adalah aktivitas yang asyik dan menyenangkan jika diniati secara benar. Diaantara niat yang paling tinggi adalah lillah, karena Allah semata. Akan tetapi bisa diambil diversivikasi niat menjadi beberapa cabang yang ushulnya kepada Aallah juga, antara lain:
1. Agar lebih mudah di dalam mempelajari ilmu-ilmu Allah yang lain, mengingat segala ilmu agama islam bersumber dari Alquran sebagai Undang-Undang kaum muslim
2. Agar tidak bosan ketika sholat maupun menjadi imam karena bacaannya bisa divariasi, dengan 30 juz yang lebih membuat semangat ketika akan sholat atau menjadi imam shalat.
3. Agar diri terpelihara dari hal-hal yang terlalu menyimpang jauh dari syariat islam, karena dia selalu mengingat Alquran yang ada di dalam dadanya.
Namun seiring berjalannya waktu, generasi muda Islam, khusunya di Indonesia semakin sedikit yang menyadari akan kemuliaan menghafal Alquran. Peradaban materi yang hanya memandang segala sesuatu dari sudut pandang kekayaan, maka tidak lah dianggap keren jika memilih jalan menghabiskan waktu muda dengan menghafal Alquran. Mereka lebih memilih mengisi waktu muda dengan mengikuti ekstra kurikuler yang membawa mereka semakin jauh dari agama. Tanpa mereka mengingat betapa keagungan dan mulianya jika mereka “menafkahkan” waktu muda mereka untuk Allah dan Alquran. Pada buku ini, penulis akan menyibak rahasia dibalik keputusan untuk menafkahkan waktu muda di jalan Allah dan Alquran adalah karunia dan rahmat dari Allah yang harganya tiada tara. Tanpa mengesampingkan segala aktivitas akademis sang pemuda sebagai pencari ilmu umum, sebagai aktivis atau organisatoris, dan juga sebagai masyarakat pada umumnya. Semuanya akan bisa berjalan dengan balance tanpa ada yang harus ditinggalkan. Semua insya allah akan dimudahkan oleh Allah. Pada buku ini juga akan penulis hujjahkan bahwa anggapan menghafal Quran itu tidak relevan dengan zaman, ketinggalan zaman, mengganggu kuliah, mengganggu sekolah, menjadi jumud, kuper, dsb yang nota bene adalah prespektif negatif; adalah salah besar dan Nol besar. Selain itu juga akan penulis siapkan data dan bukti empiris para huffadz dan para aktivis kemasyarakatan yang juga ahlulquran. Sehingga penulis berharap bahwa semangat untuk selalu berinteraksi dengan alquran di kalangan para generasi muda dapat tumbuh kembali. Seperti masa kejayaan para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in, para ulama, sampai kemudian lahir kembali KH Arwani Alquddusi, KH. Munawwir Krapyak, KH. Turmudzi Taslim, KH. Muntoha muda yang senantiasa membawa cahaya bagi kehidupan umat muslim di Indonesia dan masyarakat Indonesia secara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar