Rabu, 20 Juli 2011

Biarkan Mengalir, Tapi Jangan Asal Mengalir

Ramadhan yang kita rindu sebentar lagi akan datang. Hari seakan mengalir dengan tanpa bisa terbendung. “Mengalir” adalah sebuah kata yang erat kaitannya dengan fluida, atau lebih mudah di bayangkan adalah air. Begitulah kehidupan kita. Mengalir, mengikuti arus, kemudian akan menuju ke muara aliran. Beruntunglah jika kita adalah air yang sempat memberikan manfaat bagi setiap yang dilewatinya. Beruntunglah air yang sempat mampir ke turbin untuk menghasilkan listrik. Beruntunglah bagi air yang sempat mengairi sawah. Beruntunglah bagi air yang sempat terminum oleh manusia atau hewan, bermanfaat bagi sesama makhluk. Beruntunglah air yang terpilih untuk mendapatkan kalimat toyyibah dari Alquran, yang kemudian menjadi obat seperti telah pernah Rasulullah lakukan. Namun alangkah sedih jika menjadi air yang harus memberikan bencana. Ada air yang akan bersedih ketika dia tidak terawat dan harus menjadi penyebab penyakit, atau tempat tumbuhnya berbagai penyakit. Air adalah makhluk, seperti kita manusia.
Demikianlah manusia itu. Saya ingin mengibaratkan kali ini manusia dengan air. Ada air yang memberikan manfaat ada air yang membawa penyakit. Ada manusia yang hidup dengan penuh manfaat, tidak hanya untuk kelluarganya atau dirinya saja, namun setiap orang yang ada di sekitarnya akan merasa aman ketika bersamanya. Dia akan merasa damai ketika berada di sisinya, selalu memberikan pencerahan dan spirit positif. Memberikan resonansi getaran positif pada setiap sendi kehidupan manusia. Dia tidak hanya memikirkan apa yang bisa dia dapat dari oranglain, namun selalu dia berfikir apa yang bisa dia berikan untuk orang lain. Dalam benaknya selalu dipenuhi amal sholeh dan serasa tidak lengkap hidupnya sebelum hari itu dihiasi dengan memberikan manfaat bagi orang lain.
Namun ada manusia yang seperti air yang tanpa memberikan manfaat apapun. Atau mungkin seperti air yang hanya mengalir saja, dari hulu ke muara, hanya mengalir, just flow. Manusia seperti ini adalah manusia yang dalam hidupnya hanya memikirkan apa yang bisa kudapat hari ini untuk diriku dan keluargaku. Tanpa pernah berfikir dirinya ada dalam lingkungan yang membutuhkannya. Dia hanya hidup lewat begitu saja, tanpa berkesan bagi orang yang ada di sekitarnya. Hidup hanya untuk mencuekkan dan dicuekkan orang di sekitarnya. Lihat saja orang seperti ini tidak akan ada orang yang bersedih ketika dia pindah rumah atau mungkin meninggal. Karena sama sekali dia tidak mempunyai esensi sedikit pun untuk umat. Kalau seorang ilmuwan atau seorang pejuang atau ulama meninggal, maka akan banyak yang bersedih karena telah hilang sebagian ilmu yang ada di dunia, atau telah hilang semangat yang pernah membara dalam berjuang. Namun ketika orang yang seperti air yanghanya mengalir ini meninggal, maka tidak ada ilmu yang perlu ditangisi, tidak ada nilai spirit perjuangan yang perlu disesali kehilangannya, tidak ada yang perlu ditangisi. Sungguh tragis.
Sedikit renungan, akan ingin jadi seperti air yang manakah kita?
Biar saja hidup ini mengalir, karena memang harus mengalir. Namun jika ada pilihan untuk mengalir ke mana, maka pilihlah muara terbaik dalam hidup kita. Karena itu akan menentukan nilai jual kita di hadapan Allah nanti.

SELAMAT BERPUASA SAUDARAKU. SEMOGA MENJADI PRIBADI YANG BERMANFAAT.
Dikutip dari sebagian diary Saya
2011-07-21, 05:30 AM
Pogung Dalangan, Sinduadi, Bumi Ngayogyakarta Hadiningrat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar