Jumat, 18 Maret 2011

Berfikir Sistem

Pengenalan Pola Pikir Sistem
(Systemic Thinking For Solving Problem)
Samsul Arifin

Dinamika kehidupan manusia selalu dipenuhi dengan berbagai permasalahan. Tidak ada hidup yang tanpa masalah, jangan hidup kalau tidak mau punya masalah. Dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, sepelik dan rumit apapun masalahnya. Allah SWT juga tidak akan menakdirkan masalah bagi kita jika kita tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Sebagai pijakan, dalam Alquran, dalam Al Baqoroh : 286,

      
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Meskipun kita tidak akan diberikan masalah selain yang kita mampu menyelesaikannya, namun kita tetap diwajibkan untuk mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki untuk menghadapi segala problema yang menimpa kehidupan kita. Sejalan dengan itu, usaha kit akan berbanding lurus dengan usaha kita. Jika kita berjalan, maka kita hanya mendapatkan nafas yang ter engah-engah setelah istirahat, namun jika kita berlari, dengan kecepatan tinggi, maka kita akan mendapatkan peluh yang membasahi seluruh tubuh kita. Segalanya berbanding lurus dan tidak akan ada yang terdzolimi dalam hal ini, kita pun tidak dapat menuntut sesuatu yang kita tidak mengusahakannya, ingin kaya, tidak bekerja, tidak mungkin terwujud. Ingin pandai tak belajar, nonsen. Ingin mendapatkan pangkat namun tidak mendedikasikan diri untuk pekerjaan secara maksimal, tidak mungkin tercapai. Kecuali segalanya dengan cara yang tidak wajar, dengan suap, dengan dukun, dengan profokasi, namun itu tidak sesuai dengan kaidah sistemik, yang akan kita bahas panjang dalam artikel ini (dalam perkembangannya artikel ini ingin saya buat dalam beberapa tahap untuk membuka wacana tentang kehebatan pola pikir sistem). Dalam keadaan wajar, kita hanya mendapatkan apa yang kita usahakan.

      
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya,(An Najm:29)


Sebuah keniscayaan, bagi kita untuk menyelesaikan segala permasalahan kita dengan upaya yang maksimal dan tuntas. Maksimal dalam arti dengan menggunakan cara yang paling tepat. Tuntas dalam arti tidak memunculkan permasalahan lain setelah satu permasalahan terselesaikan. Ada beberapa cara orang menyelesaikan permasalahan dari segi pola pikirnya, berikut macam-macam pola pikir tersebut beserta ilustrasinya:
a. Pola pikir sektoral, atau pola pikir pragmatis, yaitu pola pikir dengan penyelesaian masalah per sektor tanpa memperhatikan kaitan antar sektor, tanpa sharing, tanpa kompromi. Sebagai ilustrasi, seorang ketua OSIS, yang mendapati salah seorang pengurusnya berkurang loyalitasnya. Sering membangkang terhadap keputusan yang diambil forum, dan setelah disaring-saring, ternyata dia kurang bisa menerima kepemimpinan sang ketua. Orang yang berfikir sektoral, akan memandang ini sebagai biang masalah dan orang itu akan menghambat perkembangan organisasi. Ketua OSIS yang berfikir sektoral akan mengambil keputusan untuk meminta kepada sang pengurus untuk mengundurkan diri saja jika memang tidak puas dengan kepemimpinan sang ketua. Bahkan ketika semua pengurus ditanya, maka setiap pengurus juga akan setuju saja jika kehilangan satu teman yang memang tidak mempunyai loyalitas kepada pemimpin. Maka ini akan memunculkan permasalahan baru dalam metabolisme organisasi. Si pengurus yang dikeluarkan akan merasa tidak dihargai, merasa sang ketua tidak bijak dan pasti dia akan bercerita kepada setiap siapapun yang bertanya akan hal keluarnya dia dari organisasi. Dan sudah bisa dipastikan yang diceritakan oleh dia adalah yang buruk-buruk saja tentang si ketua, bahkan tentang semua pengurus. Orang hanya akan memandang omongan yang sampai ke telinganya saja, tanpa ada keinginan untuk klarifikasi (tabayyun) dan kebnyakan memang seperti itu. Akibatnya, kewibawaan organisasi menjadi berkurang, kadang akan keluar cemoohan dan celotehan yang tidak enak. Barang kali ini yang terkenal dengan peribahasa “akibat nila setitik, rusaklah susu sebelanga” meskipun dalam hal ini nila nya kemudian diambil, namun tetap saja susunya rusak karena sang nila bercerita tentang keadaan susu. Maka pola pikir sektoral tidak dapat diterima sebagai pola pikir yang baik untuk menyelesaikan masalah.
b. Pola pikir temporal, atau pola pikri insidental, yaitu pola pikir dengan ciri menganalisis masalah, mengambil keputusan, merekomendasikan solusi, dan mengimplementasikan rekomendasi tersebut secara temporal untuk waktu tertentu. Ilustrasi paling mudah adalah ketika rumah kita basah karena genting yang bocor, kemudian kita berusaha untuk mengepel yang basah tersebut. Jika cukup hanya dengan itu saja upaya kita, maka kita orang yang berpola pikir temporal. Yaitu menyelesaikan masalah yang terlihat saat itu saja, tanpa mau mencari akar permasalahan. Yang terjadi adalah setiap hujan, kita harus mengepel terus, dan bisa kita bayangkan jika setiap permasalahan kita pandang secara temporal, kita akan capek. Maka pola pikir ini tidak dapat kita terima untuk menyelesaikan masalah.
c. Pola pikir tekstual, yaitu pola pikir yang hanya berdasarkan pada teks, penyelesaian permasalahan dengan mengumpulkan berkas-berkas, dokumen, peraturan perundangan, dan lain sebagainya tanpa melihat konteks permasalahan secara nyata. Pola pikir ini dogmatis dan terkesan kolot. Orang yang berpola pikir tekstual, setiap mendapati suatu masalah, akan berkata “sebantar, saya liat dulu ayatnya, hadistnya, undang-undangnya, statutanya, permen nya, keppresnya, dll”. Tanpa dia menyadarinya, bahwa segala teks itu berangkat dari kondisi lapangan. Peraturan itu dibuat berdasar keadaan di lapangan. Ayat dan hadist itu turun, ada asbabunnuzul, ada asbabul wurudnya, ada maslaah di lapangan yang memerlukan tuntunan tuhan, sehingga akhirnya turunlah ayat atau keluarlah hadist rasul. Maka yang paling tepat ketika mendapati masalah, liat dulu apa sebabnya, cari teksnya kemudian selesaikan sesuai dengan konteks yang ada. Banyak kasus di lapangan orang-orang yang ber pola pikir tekstual yang malah membuat masalah semakin runyam di lapangan. Sehingga segala sesuatu harus ada teksnya, ada dasarnya yang benar-benar sesuai. Ada orang lain begini salah, begitu salah, dosa, dan lain sebagainya. Maka orang seperti ini hanya akan melaksanakan apa yang ada di teks. Terkesan kolot dan sangat tidak fleksibel. Jadi pola pikir ini, tidak akan mampu menyelesaikan masalah dengan maksimal, apalagi masalah yang tidak ada di teks, hanya akan diam.
d. Pola pikir integralistrik atau pola pikir kontekstual, adalah pola penyelesaian permasalahan dengan berdasar pada apa yang tersirat, melihat latar belakang permasalahan yang ada, sebab-sebab peristiwa, melihat pola pemikiran kontemporer yang berkembang, dan melihat keterkaitan masalah tersebut dengan masalah lain. Berangkat dari ilustrasi mudah di atas, orang yang berfikir kontekstual, akan melihat masalah dengan mencari akr sebab permasalahannya, kemudain menguraikannya satu persatu, serta memikirkan akibatnya terkait upaya yang dia lakukan. Dia akan mencari genting yang pecah, kemudian memilih genting yang kira-kira tidak mudah rusak dan pecah, kemudian memasangnya dengan hati-hati agar tidak bocor. Selain itu juga mengecat genting dengan pelapis anti bocor, agar kemungkinan terulangnya kasus bocor menjadi berkurang. Pola ini mendekati penyelesaian yang sempurna secara parsial.
e. Pola pikir integralistrik yaitu pola pikir dengan mencoba mengaitkan antara satu permasalahan dengan permasalahan lain, semakin banyak permasalahan yang terkait dengan permasalahan tersebut dengan kaitan yang logis dan realistis, semakin bagus pula pola penyelesaian yang diusulkan.
f. Pola pikir sistem adalah konsep penyelesaian permasalahan yang tertinggi, yaitu diawali dengan mengidentifikasi permasalahan kejadian-kejadian dan elemen yang terkait, selanjutnya mengolah kejadian tersebut dalam bentuk tren atau kecenderungan perkembangan pada tiap elemen-elemen tersebut.


Sistem berasal dari bahasa Latin Systema, dari istilah Yunani yang berarti pencampuran menyeluruh beberapa bagian atau anggota. Dalam istilah yang lebih populer, sistem dikenal sebagai susunan interaksi atau ketergantungan internal komponen dari sistem yang membentuk integrasi yang menyeluruh.
Karakteristik dari sistem secara umum antara lain :
- Sistim mempunyai struktur, yang didefinisikan sebagai komponen dan komposisinya.
- Sistim mempunyai tingkah laku, yang terdiri dari input, proses dan output material, energi, informasi, atau data.
- Sistim mempunyai hubungan saling keterkaitan satu sama lain. Beberapa bagian dari sistem mempunyai fungsi seperti hubungan struktur diantara satu sama lain.
- Sistim mungkin mempunyai beberapa fungsi kelompok atau kelompok fungsi.
Segala yang ada di jagad alam raya ini adalah mengikuti karakteristik dan kaidah sistim di atas. Alam raya adalah sistem, bumi adalah sistem, galaksi bima sakti adalah sistem, negara adalah sistem, propinsi, kabupaten, RT, RW, kelurahan, keluarga, individu, tubuh manusia, hewan bahkan sebuah sel amoeba adalah sistem.
Sebuah ilustrasi kecil, sekolah, merupakan sistem. Sistem dikatakan mempunyai struktur, yaitu komponen-komponen penyusunnya. Sebuah sekolah akan terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, gedung sekolah, Tata usaha, kepal sekolah, tukang kebun dan lain sebagainya. Jika komponen-komponen tersebut ada yang tidak terisi atau hilang, maka akan berkurang keseimbangan sistem. Contohnya seorang yang bertugas memencet bel ketika ganti pelajaran tidak berangkat atau telah pensiun, sedangkan dalam sistem tersebut tidak atau belum ada yang bisa menggantikan, maka sistem akan goncang dalam metabolismenya. –pelajaran akan kacau, kadang telat, kadang kelupaan tidak dipencet bel. Akibatnya keseluruhan aktivitas dalam sistem akan ikut terkena imbasnya. Kalau toh ada pengganti, maka dia adalah komponen baru, yang akan butuh waktu untuk menyesuaikan dengan kebiasaan metabolisme sistem tersebut. Jadi dalam sebuah sistem, agar metabolisme berjalan dengan baik, setiap komponen harus berfungsi sesuai dengan amanahnya. Tidak boleh ada komponen yang dianggap remeh atau tidak penting, karena setiap komponen adalah penting, hatta seorang office boy sekalipun, tidak boleh dianggap remeh. Meskipun porsi dari tiap-tiap elemen akan berbeda, atau dalam istilah menterengnya prioritasnya antar satu komponen dengan komponen lain akan berbeda. Jika seorang guru senior tidak datang, sementara beliaulah yang biasa memegang peran dalam sekolah tersebut, maka tidak sembarang orang mampu untuk mengganti peran beliau. Dalam keadaan begini mekanisme sistem akan goyah.
Sistem juga mempunyai input, output, proses metabolisme, membutuhkan energi, sinergi dan sharing. Dalam suatu sekolah, harus ada input masuk siswa tiap tahunnya, tanpa ada siswa yang sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sistem akan goyah. Terkait dengan uang pendaftaran yang masuk, semangat para guru dan siswa, jika jumlah siswa yang masuk banyak, maka setiap komponen akan merasa terlecut berbuat semaksimal mungkin untuk metabolisme suatu sistem. Selain input perlu juga diperhatikan adanya output yang sesuai dengan harapan. Kualitas lulusan dengan nilai UN yang tinggi, jumlah ketidaklulusan yang sedikit adalah kondisi yang dibutuhkan oleh sistem. Karena jika ada sesuatu yang harusnya keluar tetapi tidak mampu untuk keluar, dia akan menjadi residu atau sampah, dalam sebuah mesin dia akan menjadi lumpur mesin, dalam sebuah sistem metabolisme tubuh dia adalah kolesterol, yang harus diantisipasi kemunculannya. Dalam sebuah sistem juga butuh energi, berupa finansial maupun energi positif berupa motivasi ruhiyah dan jasadiyah. Apa jadinya jika dalam sebuah sekolah 50% saja yang membayar SPP tepat waktu, maka keuangan di sekolah akan goyah, dan begitu seterusnya. Begitu juga jika dalam sebuah sekolah tidak terdapat sarana temu muka antara siswa dengan guru dari hati ke hati, atau pengarahan dalam upacara untuk memotivasi siswa, maka sekolah seakan kehilangan ruh nya sebagai lembaga pendidikan, begitu seterusnya
Sistem harus mempunyai hubungan yang harmonis satu sama lain, interaksi dan sinergi satu sama lain antar komponen-komponen penyusunnya. Seorang kepala sekolah bersinergi tidak hanya dengan wakasek saja, namun juga dengan siswa, dengan office boy, dengan penjaga malam, dengan penjaga kantin, dengan guru dan lain sebagainya. Jika ada salah satu komponen yang menutup diri dan menutup sinergi interaksi, maka sistem akan goyah. Akan ada transfer informasi yang terputus dan menyebabkan metabolisme sistem tidak sehat. Contoh kecil kadang dirasa tidak relevan atau sepele namun masuk akal, ketika ada ketidakharmonisan sistem antara seorang guru dengan penjaga kantin. Maka si guru akan malas untuk makan siang di kantin, akibatnya ketika mendapatkan jatah mengajar jam siang, akan terlihat lesu dan tidak bersemangat. Atau mungkin dia akan pulang ke rumah untuk makan siang, akibatnya terlambat untuk mengisi pelajaran, dan ini membuat metabolisme sistem menjadi goyah.
Intinya adalah ketika kita memahami dengan seksama pola pikir sistemik (systemic thinking) dalam hidup dan kehidupan, segala permasalahan akan terselesaikan secara sistem juga. Selanjutnya mengenai pola pikir sistem ini akan saya tulis dalam tulisan saya berikutnya, yaitu mengenai detail karakteristik sistem, environment sistem, detail perilaku sistem, dan segala yang berkaitan tentang pola pikir kesisteman dalam kehidupan kekinian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar